Pi….udah datangkah si apri?
Belom...dirimu gimana.udah siap? Compeng udah bangun?
Aku baru mau mandi buuu! Si compeng udah daritadi nelpon terus, haha!
Kasian! Habus dirimu lama banget sih! Hayok cepat!
Sip, aku siap2 dulu yah!
Iah kabari kalo udah mau brangkat!
Siapa ya’?
Oh temen bu! Ini mau ke somba opu! Ada tour wisata!
Temen dari mana lagi?
Dari @koprol itu loh buu!
Pagi itu sekitar jam 10 pagi dibawah pohon rindang daerah daeng tata terlihat @erhiel @noze @misveil @cumalz_ichal @emii @ewiewi @nugraha_dirga @ippang @comp3ng @cwllenk dan beberapa warga @daengkops sudah bersiap bertolak menuju BSO a.k.a Benteng Somba Opu. Dalam rangka wisata sejarah, kali ini @daengkops memilih berkunjung ke salah satu benteng yang sering menjadi tujuan wisata. Bukannya tidak ada pilihan wisata lain, tetapi benteng ini menyajikan wisata mata yang berbeda dengan yang lain. Ada berbagai macam replika rumah adat se-sulawesi selatan disana. Dari toraja, mandar, bugis, dan makassar yang membuat kita seoalah-olah telah berhasil berkeliling sulawesi. Juga bangunan bersejarah yang sebenarnya kalau ceritanya mau dirunut dari awal maka tidak cukuplah lembaran kertas ini, pun tak kuatlah aku menulisnya. Jelasnya dari bapak tour guide yang hari itu mengenakan training merah, mengisahkan bahwa benteng ini merupakan bukti sejarah bertahannya kerajaan gowa dari tekanan belanda dan negara penindas lain serupa nedherland itu. Benteng ini sudah layaknya sebuah kampung dimana warga kota gowa dahulu kala melakukan rutinitas dari berkembang biak sampai berdagang.
Kurang lebih 2jam siang bapak tour guide berlagak layaknya orang jaman tempo doeloe dihadapan kami. Ceritanya apik, membuat telinga kami sedikit membesar dan mata kami harus sembunyi-sembunyi tertawa mendengar logat ala inodesianya yang sering kali kekurangan satu huruf dibelakang , apalagi jika beliau sudah menyebutkan nama pun kejadian dalam bahasa makassar, maka serempak kami si anak yang masih biru pantatnya akan serta merta mengeluarkan nada dasar ”Oooooooo” yang panjang lalu tertawa bersama-sama. Seperi kali pertama saing bapak tour guide bercerita tantang pertama kali mencuatnya nama daerah Tamalate. Yang ternyata bermakna tanah yang tidak pernah kering. Lalu terakhir disusul oleh kisah pelaut yang kapalnya kandas dan mengharuskan Karaeng Pattingalloang a.k.a sultan hasanuddin menandatangani sebuah perjanjian diatas paha yang kemudian dinamakan Perjanjian Bonggaya, atau yang sering dilafalkan dengan bongaya. Kami ternganga entah kapan lagi kami bisa mendengar kisah super seperti ini.
Bukan hal yang mudah membangun bermeter-meter tembok kokoh tanpa waterpas tapi tokh ternyata sejak ditemukannya 1985 masih kokoh sampai sekarang. Padahal perakatnya bukan dari jenis nat seperti yang banyak digunakan saat ini, melainkan lapisan putih telur. Kisah kerajaan gowa memang memiliki sejuta rahasia yang tidak habis ditelan masa. Luar biasa.
Setelah makan siang berjamaah, sesi perkanalan pun berlangsung dengan hebohnya. Kali ini ada 4 orang newbie yang datang. Jadi, wajarlah kalau warga semakin antusias beraksi. Dan, jelang sore rombongan geng hijau bubar jalan.
Sesampainya dirumah, aku yang masih diliputi semangat membagai kisah tadi kepada ibu dengan nada mimik wajah yang terheran-heran. Hhmmmm, weekend yang indah.
Makassar, 11.01.2011.12.10wita...
Untuk sebuah keindahan sejarah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar